Sebenarnya, saat itu aku tidak tahu dan memang tidak pernah mau tahu tentang apa itu cinta. Aku masih duduk di bangku kelas tiga SMA saat itu. Ya memang sudah sewajarnya untuk mencicipi rasa cinta. Namun, aku masih enggan untuk mengetahui bahkan mendalami arti dari kata cinta. Lupa tugas, cekcok, sampai cemburu merupakan beberapa alasan paling utama untuk menghindari perasaan tersakral umat manusia terhadap lawan jenisnya itu. Tapi, nampaknya orang ini berhasil mengajarkanku tentang perasaan itu. Aku pernah membaca sebuah kutipan "Jika tidak gila bukan cinta namanya". Menurutku kutipan ini hanya takhayul tapi, nampaknya dia lah sosok yang pertama kali mampu membuatku benar-benar gila.
Awal pertemuan dan perkenalan kami memang tak seromantis FTV bergenre remaja atau pun drama korea bertabur cowok-cowok manis. Dia hanya lah seorang instructor dari salah satu perguruan tinggi yang berlatar belakang teknologi informasi. Di antara instructor yang lainnya dia lah yang paling menarik perhatianku dan teman-temanku yang kebetulan saat itu memiliki jadwal sama untuk diajar. Dia tidak ganteng, tinggi atau pun mancung. Dia sama sekali bukan tipe ku namun, dia mampu membuat ku sesak nafas saat berada disampingnya. Intinya dia keren!
Siang itu terlihat segerombolan teman sebayaku berjalan meninggalkan aula. Pertanda giliranku dan teman-temanku tiba untuk memasuki ruangan. Kami duduk di kursi yang tersedia. Aku memilih duduk di bagian depan dengan alasan ingin mendapat zona baru sekaligus pembimbing yang lain hehe. Aku berhadapan dengan layar komputer yang masih berwajah gelap. Sekilas aku memperhatikan teman-temanku yang sudah mendapatkan instructor masing-masing. Belum lama bola mataku berpencar tiba-tiba, dia duduk di sampingku. Tanpa perlu pikir panjang aku sudah yakin jika dia lah pembimbing yang ditakdirkan oleh Tuhan hari itu. Aku menahan tawa geli ku tapi batinku serasa tertawa sembari tersipu malu. "Ayo kita mulai" itu kata pertama yang cukup membuatku melakukan brainstorming untuk menjawabnya. "Ayo" aku membalasnya.
Sekitar dua jam aku duduk bersama dengannya. Dia memberikanku kesan yang cukup membuatku speechless. Dia humoris, cerdas menurutku, baik dan easygoing di mataku. Sejak hari itu aku telah meresmikan diriku sendiri. Aku telah jatuh cinta.
Memasuki hari kelima, aku dan teman-temanku serasa makin akrab dengannya. Sebenarnya bukan dia saja. Tapi, mungkin karena efek kesan yang tertinggal kemarin yang justru membuatku lebih fokus padanya. Kami berbincang dengan riangnya. Di tengah perbincangan entah mengapa dia membuka sebuah topik tentang cinta. Aku yang tak tahu menahu dan memang tak punya pengalaman terpaksa diam dan ikut alur saja dengan pembicaraan mereka. Seorang temanku iseng mengambil dompetnya. Dia juga tidak keberatan saat dirampas LOL. Ketika temanku membukanya, kami menemukan foto seorang siswa SMA terselip di dompetnya dan dia mengakuinya bahwa itu miliknya. Dia melanjutkan "Dia bukan milikku lagi". Pernyataan yang melegakan buatku. Aku langsung menyambarnya dengan sebuah pertanyaan "Pacaran kok sama anak SMA bukan anak kuliahan?". Mungkin pertanyaan inilah dampak tak mengeksplor dunia percintaan. Dengan tenang dia menjawab "Loh kenapa? gak masalah kan". Pernyataan yang melegakan kembali terlontar.
***
Time is over. Suasana pertemuan terakhir dengannya memang terasa aneh. Di penutupan acara itu kami mengobrol lebih lama. Kami saling bertukar alamat FB. Di perpisahan ini aku menemukan perasaan baru. Sesak >_<.
Aku tiba dirumah. Aku membuka akun FBku dan sebuah pemberitahuan muncul. Dia menerima permintaan pertemananku. Aku menanggapinya dengan senyum. Pipiku serasa memerah.
Pagi ini aku disambut dengan sebuah gossip di kelas. Kata ciee... cieee dari berbagai penjuru dan dengan intonasi yang berbeda bagaikan soundtrack untukku pagi itu. Ternyata, seorang temanku menemukan fotoku di album FBnya. Aku melihatnya. Itu foto biasa menurutku. Hal yang wajar seseorang ingin mendokumentasikan kegiatannya. Pertanyaan yang muncul kenapa hanya aku yang harus ada di albumnya. Aku tak menanggapi pertanyaan itu. Rona pipiku rasanya berubah.
Seminggu kemudian temanku memanggilku untuk bicara berdua. Aku mengikuti keinginannya. Dia akhirnya memulai pembicaraan yang serius. "Dia nanyain kamu terus sama aku, menurut kamu gimana?". Sontak aku diam mendengarnya. Dengan sok tidak tahu apa-apa aku kembali bertanya "Maksudnya?". "Kamu smsan aja sama dia masa lewat aku sih, kalian kayaknya cocok deh". Rentetan kata-kata barusan sukses membuatku mematung beberapa saat. Aku sudah mendapat kesimpulan dari alur diskusi ini. Dia menyukaiku. Entah pengaruh kaget ataupun apa secara spontan aku menyuruh temanku untuk menyampaikan padanya bahwa aku tidak dengan suka caranya. Jujur, disekolah aku kadang malu disorak-soraki dengan namanya. Aku belum siap untuk itu semua. Aku kembali pada pikirannku yang pendek tentang alasanku menolak jatuh cinta. Walhasil, keesokan harinya dia benar-benar berhenti menanyakan keadaanku.
Beberapa hari aku terus memikirkan hal ini. Aku tiba-tiba menjadi seorang stalker di FB. Batinku memastikan bahwa dia memang menyukaiku. Sayangnya, semuanya telah berakhir. Tak ada lagi kabar dirinya dan sapaan modusnya di chat facebook. Aku tidak siap untuk sebuah penyesalan.
***
Hari itu temanku mengajakku untuk mengerjakan tugas kelompok. Seperti biasa, tugas dibekukan sementara selanjutnya urusan kelompok untuk berceloteh. Kali ini aku yang jadi topik utama. Temanku dengan secepat kilat mengambil laptop lalu melakukan pencarian di facebook. Seperti dugaanku, dia mencari namanya. Teman-temanku terus menggodaku untuk melihat akunnya. Aku melakukan keinginan mereka. Temanku mengambil alih kursor dan mengklik tombol profile. Aku hanya menjadi penonton aksi stalking mereka tapi, tak bisa dipungkiri jika aku merindukannya. Tiba-tiba......! Hatiku jleb seketika. Layar itu memperlihatkanku sebuah informasi yang harusnya aku tak mesti tahu. Dia menjalin hubungan dengan seseorang. Dia baru saja berpacaran.
Mendadak suasana hening di kamar itu. Temanku terus menggodaku. "Aduhh ada yang patah hati ni". Aku hanya terdiam dengan senyuman paksa. Kulihat temanku mengklik profile perempuan itu. Aku mengakui dia memang cantik dan anggun. Hubungan mereka akhirnya memunculkan penyesalan untukku.
Nyatanya aku memang tak menjalin hubungan resmi dengannya. Kami juga tidak pernah mengungkapkan perasaan satu sama lain. Aku hanya menganggapnya sebagai sebuah kisah. Aku ragu untuk menyebutnya sebagai kisah cinta. Intinya hubungan kami tidak jelas LOL. Tapi, aku berani bertanya pada hatiku yang nampaknya baru saja terkena stroke. Apakah kau patah hati? Batinku juga ragu untuk mengiyakannya. Namun, aku mengakui ini perasaan tersesak yang pernah kualami. Ini sudah cukup untuk menjadi bukti bahwa aku patah hati.
makasih atas infonya sangat membantu,kunjungi http://bit.ly/2OywjnM
ReplyDelete