Monday, 30 January 2012

Nilai Akademik, Bukan Jaminan!

UJIAN nasional (UN) adalah ujian tahap akhir kelulusan yang dilaksanakan secara nasional dan serentak di berbagai wilayah Indonesia. Tujuan dari ujian ini, tidak lain adalah sebagai bentuk standarisasi nilai yang diberlakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kepada semua sekolah tanpa memandang status sekolah negeri atau swasta, di perkotaan ataupun di pelosok desa. Semua mendapat aturan yang sama, porsi yang sama, mengikat, jelas, dan tegas.

Meskipun aturan hitam di atas putih UN nyata-nyata melarang keras segala bentuk kecurangan. Dalam praktiknya, di lapangan banyak terjadi berbagai kecurangan. Offside dari pihak internal sekolah misalnya, yang membantu siswa didik–umumnya berorientasi mengejar "nilai jual" sekolah karena prestasi kelulusan 100 persen (dengan membeli soal, ataupun jawaban). Ataupun dari kenyataan di lapangan bahwa siswa yang (maaf) kurang cerdas cenderung menggantungkan diri pada yang lebih bisa, dan hal tersebut seolah wajar saja.

Sedikit pemaparan sederhana di atas mungkin tidak terjadi di beberapa sekolah yang "berkelas". Namun di banyak tempat, kecurangan tersebut telah dimaafkan bahkan dibudayakan turun-temurun. Sehingga kesimpulan yang dapat ditarik adalah tidak semua siswa yang lulus UN benar-benar paham apa yang dikerjakan dan memiliki nilai murni hasil buah pemikirannya sendiri.

Telah diketahui bersama, salah satu syarat untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) adalah dengan standar nilai UN minimal sesuai dengan yang ditetapkan oleh perguruan tinggi bersangkutan tempat siswa mendaftar. Maka, jika siswa yang memiliki nilai akademik UN tinggi, namun bukan hasil murni, dapat dipastikan bahwa ke depannya siswa tersebut akan kesulitan mengikuti arus pendidikan di kampus.

Di sisi lain, banyak pula siswa yang kurang cerdas secara akademik, namun memiliki kelebihan di non-akademik. Lalu, bagaimana solusinya? Solusinya adalah dengan memperbaiki regulasi penerimaan mahasiswa baru. PTN boleh menjadikan UN sebagai acuan primer, namun perlu diingat bahwa aspek prestasi non-akademik juga mempengaruhi penilaian dalam penerimaan mahasiswa tersebut.

Prestasi akademik saja bukan jaminan manakala mahasiswa tidak memiliki kemampuan apa-apa di masyarakat. Masyarakat membutuhkan implementasi ilmu, bukan mahasiswa yang sekedar pandai beretorika teori belaka. (SOURCE)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...