SINGAPURA – Pasti seru ya jika kita bisa mengerjakan
tugas kelompok dari rumah masing-masing? Kita tidak perlu bersusah payah
berkumpul di suatu tempat untuk mendiskusikan proyek yang harus
dikumpulkan minggu depan.
Cukup buka komputer, buka sambungan internet, dan memanfaatkan fasilitas multiperson chatting. Pada tahap ini, kita bisa juga langsung berbagi dokumen dengan teman sekelompok, mengeditnya bersama-sama, hingga berdiskusi untuk mematangkan ide-ide yang muncul.
Ilustrasi ini dimunculkan dalam kegiatan visitasi dan seminar bertajuk Transformation and Innovation through Collaborative Learning di kantor Google untuk kawasan Asia Pasifik, di Singapura, Senin (7/5/2012).
Pada kegiatan tersebut, puluhan kepala sekolah dan pengurus yayasan tingkat SMA/sederajat di Jakarta mendapatkan gambaran betapa pemanfaatan teknologi informasi komunikasi (TIK) dapat sangat membantu kegiatan belajar mengajar.
Pepita Gunawan dari Education Advocate – Cyberspace Access, Google Asia Pasifik menjelaskan, ilustrasi tersebut tidak hanya memaparkan pemanfaatan TIK dalam kegiatan belajar mengajar, tetapi juga menekankan pentingnya kolaborasi antarsiswa sebagai anggota tim.
“Menurut saya, kolaborasi dan penguasaan teknologi adalah kebudayaan yang diperlukan generasi muda untuk dapat bersaing di era global. Kita harus terbuka dalam mengemukakan, mendengarkan, dan menerima ide-ide baru,” ujarnya.
Wanita asli Indonesia ini mengimbuhkan, penanaman dua nilai kebudayaan perlu dimulai sejak masa sekolah. Alasannya, keduanya merupakan bekal bagi para siswa untuk memasuki dunia kuliah dan kerja yang memang menekankan pentingnya kolaborasi dan penguasaan ICT.
Pepita mengimbuhkan, di abad ke-21 ini, seseorang butuh lebih dari sekadar penguasaan akademik untuk mampu bersaing secara global. Seseorang, ujarnya, harus juga menguasai kemampuan belajar dan berinovasi. Termasuk di dalamnya adalah mampu berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, memiliki kreativitas dan daya inovasi, serta kemampuan komunikasi dan kolaborasi.
“Sementara, penguasaan TIK juga termasuk sadar akan pengelolaan kemampuannya untuk digunakan pada arah yang baik,” Pepita mengimbuhkan.
Para guru dan kepala sekolah yang mengikuti sesi visitasi tersebut mengaku mendapatkan berbagai pengetahuan baru. Mahfuz dari SMK Satria, Srengseng, Jakarta Barat, menuturkan kepada Okezone, meskipun penggunaan TIK di sekolahnya sudah cukup dominan, dia belum maksimal memanfaatkan fitur-fitur tambahan dalam akun email yang dimilikinya.
“Sepulangnya dari sini, saya akan coba mempraktikannya dengan para murid saya, terutama mereka yang sedang menjalani praktik kerja lapangan (PKL) di berbagai tempat,” ujar Mahfuz.
Di sekolahnya, para siswa jurusan teknologi informasi (TI) sudah sangat akrab dengan teknologi. Tidak heran, tugas sehari-hari mereka adalah membuat program komputer, membangun website, atau mengerjakan proyek TI lainnya. Komposisi pelajaran, kata Mahfuz, adalah 75 persen praktik dan 25 persen tatap muka.
Pengalaman Mahfuz ternyata berbeda dengan yang dialami Vincentin dari SMA Marsudirini. Dia mengaku, meski sekolahnya telah memanfaatkan TIK dalam kegiatan belajar mengajar, penerapan TIK lebih optimal terkendala di kesulitan para guru untuk meningkatkan kemampuan penguasaan TIK mereka. “Belum semua guru bisa memanfaatkan internet,” ujar Vincentin.
Senada dengan Vincentin, Calista dari perguruan Marsudirini mengimbuhkan, terkadang kesulitan itu merupakan akibat banyaknya beban guru dari sekolah seperti menyiapkan materi pelajaran, memeriksa tugas, dan mengembangkan teknik pengajaran. “Akibatnya, begitu sampai rumah kebanyakan guru sudah terlalu lelah untuk belajar lagi,” keluhnya.
Padahal, seperti dikatakan Rektor Binus University Harjanto Prabowo, seorang guru juga harus melek teknologi agar mampu member contoh ke anak didiknya.”Jika guru sudah melek dan menguasai TIK, maka perannya pun bergeser, dari sebatas guru menjadi partner belajar,” ujar Harjanto.
Kunjungan ke Google Asia Pasifik ini merupakan bagian dari kegiatan School Executive Excursion Program 2012 yang merupakan kerjasama antara Binus University dan Acer untuk memberikan tambahan wawasan kepada pimpinan sekolah, di level SMA/sederajat. Kegiatan yang digelar hingga 9 Mei ini meliputi studi banding, kunjungan industri, serta seminar-seminar seputar teknologi dan perkembangan pendidikan global. (SOURCE)
Cukup buka komputer, buka sambungan internet, dan memanfaatkan fasilitas multiperson chatting. Pada tahap ini, kita bisa juga langsung berbagi dokumen dengan teman sekelompok, mengeditnya bersama-sama, hingga berdiskusi untuk mematangkan ide-ide yang muncul.
Ilustrasi ini dimunculkan dalam kegiatan visitasi dan seminar bertajuk Transformation and Innovation through Collaborative Learning di kantor Google untuk kawasan Asia Pasifik, di Singapura, Senin (7/5/2012).
Pada kegiatan tersebut, puluhan kepala sekolah dan pengurus yayasan tingkat SMA/sederajat di Jakarta mendapatkan gambaran betapa pemanfaatan teknologi informasi komunikasi (TIK) dapat sangat membantu kegiatan belajar mengajar.
Pepita Gunawan dari Education Advocate – Cyberspace Access, Google Asia Pasifik menjelaskan, ilustrasi tersebut tidak hanya memaparkan pemanfaatan TIK dalam kegiatan belajar mengajar, tetapi juga menekankan pentingnya kolaborasi antarsiswa sebagai anggota tim.
“Menurut saya, kolaborasi dan penguasaan teknologi adalah kebudayaan yang diperlukan generasi muda untuk dapat bersaing di era global. Kita harus terbuka dalam mengemukakan, mendengarkan, dan menerima ide-ide baru,” ujarnya.
Wanita asli Indonesia ini mengimbuhkan, penanaman dua nilai kebudayaan perlu dimulai sejak masa sekolah. Alasannya, keduanya merupakan bekal bagi para siswa untuk memasuki dunia kuliah dan kerja yang memang menekankan pentingnya kolaborasi dan penguasaan ICT.
Pepita mengimbuhkan, di abad ke-21 ini, seseorang butuh lebih dari sekadar penguasaan akademik untuk mampu bersaing secara global. Seseorang, ujarnya, harus juga menguasai kemampuan belajar dan berinovasi. Termasuk di dalamnya adalah mampu berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, memiliki kreativitas dan daya inovasi, serta kemampuan komunikasi dan kolaborasi.
“Sementara, penguasaan TIK juga termasuk sadar akan pengelolaan kemampuannya untuk digunakan pada arah yang baik,” Pepita mengimbuhkan.
Para guru dan kepala sekolah yang mengikuti sesi visitasi tersebut mengaku mendapatkan berbagai pengetahuan baru. Mahfuz dari SMK Satria, Srengseng, Jakarta Barat, menuturkan kepada Okezone, meskipun penggunaan TIK di sekolahnya sudah cukup dominan, dia belum maksimal memanfaatkan fitur-fitur tambahan dalam akun email yang dimilikinya.
“Sepulangnya dari sini, saya akan coba mempraktikannya dengan para murid saya, terutama mereka yang sedang menjalani praktik kerja lapangan (PKL) di berbagai tempat,” ujar Mahfuz.
Di sekolahnya, para siswa jurusan teknologi informasi (TI) sudah sangat akrab dengan teknologi. Tidak heran, tugas sehari-hari mereka adalah membuat program komputer, membangun website, atau mengerjakan proyek TI lainnya. Komposisi pelajaran, kata Mahfuz, adalah 75 persen praktik dan 25 persen tatap muka.
Pengalaman Mahfuz ternyata berbeda dengan yang dialami Vincentin dari SMA Marsudirini. Dia mengaku, meski sekolahnya telah memanfaatkan TIK dalam kegiatan belajar mengajar, penerapan TIK lebih optimal terkendala di kesulitan para guru untuk meningkatkan kemampuan penguasaan TIK mereka. “Belum semua guru bisa memanfaatkan internet,” ujar Vincentin.
Senada dengan Vincentin, Calista dari perguruan Marsudirini mengimbuhkan, terkadang kesulitan itu merupakan akibat banyaknya beban guru dari sekolah seperti menyiapkan materi pelajaran, memeriksa tugas, dan mengembangkan teknik pengajaran. “Akibatnya, begitu sampai rumah kebanyakan guru sudah terlalu lelah untuk belajar lagi,” keluhnya.
Padahal, seperti dikatakan Rektor Binus University Harjanto Prabowo, seorang guru juga harus melek teknologi agar mampu member contoh ke anak didiknya.”Jika guru sudah melek dan menguasai TIK, maka perannya pun bergeser, dari sebatas guru menjadi partner belajar,” ujar Harjanto.
Kunjungan ke Google Asia Pasifik ini merupakan bagian dari kegiatan School Executive Excursion Program 2012 yang merupakan kerjasama antara Binus University dan Acer untuk memberikan tambahan wawasan kepada pimpinan sekolah, di level SMA/sederajat. Kegiatan yang digelar hingga 9 Mei ini meliputi studi banding, kunjungan industri, serta seminar-seminar seputar teknologi dan perkembangan pendidikan global. (SOURCE)
No comments:
Post a Comment